Pendiri
Jamaat Islami Pakistan
kiriman
SAIFUL DANIEL MOHD YUSOF
ISLAMIC SCIENCE AND SOCIETY
UNIVERSITY TUN ABDUL RAZAK
Robohnya khilafah Islamiyah di Turki pada tahun 1924
benar-benar menjadi pukulan sangat telak pada eksistensi ummat Islam. Khilafah
Islam di Turki yang merupakan jangkar terakhir kekuatan dan simbol ummat, telah
diobok-obok oleh Kamal At-Taturk, bapak sekularisme Turki yang tak lain adalah
antek Barat yang dipasang di jantung pusat kekuatan Islam.
Lenyapnya kekuasaan penyatu ummat ini menimbulkan kegamangan
yang sangat dalam di tubuh ummat yang tak lagi memiliki garis komando tunggal.
Sebab, telah dicabik-cabik dalam negara-negara kecil dengan kepentingan sangat
beragam, sehingga mudah disulut dan dibakar.
Dari rasa kegamangan inilah muncul “kerinduan” menggebu
dalam dada ummat untuk melahirkan kembali Islam sebagai kekuatan dan sekaligus
sebagai penyelamat dunia. Usaha-usaha ini dilakukan dengan cara pembentukan
gerakan-gerakan Islam.
Abul A'la Maududi adalah satu dari sekian orang yang peduli
pada kondisi ummat tersebut. Dan tak diragukan dia adalah salah seorang
penyumbang terbesar dan “pengawal” kebangkitan ummat.
Riwayat Hidup
Sayyid Abul A'la Maududi lahir pada 25 September 1903,
bertepatan dengan 3 Rajab 1321 di Awrangabad, Deccan. Ayahnya bernama Sayyid
Ahmad Hasan. Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Garis keturunannya
bersambung langsung dengan Khwaja Qutbu'ddin Maududi Chisti, dari sini nama
Maududi diambil, yang mendapat gelar sebagai syaikhul syuyukh
(guru-gurunya sufi) di India. Para pendiri tarikat Chistiyyah ini memiliki
garis keturunan yang bersambung pada Nabi. Oleh karenanya, nama mereka selalu
diembeli sayyid.
Dari ibunya, Ruqaiyah Begum, nasabnya berasal dari keluarga
utama asal Turki yang berimigrasi ke India pada saat Aurangzeb berkuasa dan
pernah menjabat pos penting di pemerintahan Mughal.
Pada masa kecilnya, Maududi sangat disayang oleh ayahnya.
Perhatian besar ayahnya yang penganut tasawuf inilah, menurut Maududi dalam
autobiografinya, telah mempengaruhi sikap hidupnya. Terutama sekali dalam
idealisme, kealiman dan kerendahan hati.
Ahmad Hasan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Makanya, dia memandang perlu untuk mengajar sendiri anak-anaknya. Ayahnya
menginginkan Maududi menjadi seorang maulawi (kiai), seorang ahli ilmu
kalam dan sekaligus sebagai pemikir Islam. Sebelum anak-anaknya tidur, dia
selalu bercerita tentang orang-orang besar dalam Islam dan kebesaran sejarah
Islam.
Maududi memulai pendidikannya dengan belajar bahasa Persia,
Urdu dan kemudian Arab. Di samping itu, dia juga belajar mantiq (logika) fikih
dan hadits. Dalam usianya yang sangat muda, Maududi memiliki keinginan yang
menggebu untuk menulis.
Namun sang ayah tidak mengijinkan. Sebaliknya, dia
menyarankan anaknya banyak membaca lebih dahulu agar memiliki fondasi dan
kematangan yang kokoh dalam berbagai ilmu.
Pada tahun 1914, saat umurnya menjelang sebelas tahun, dia
masuk di Madrasah Fauqaniyah di Awrangabad. Sekolah ini berafiliasi pada
Uthmaniyah University Hyderabad, yang mengajarkan ilmu-ilmu klasik dan modern
sekaligus.
Maududi adalah sosok yang tak pernah puas dengan satu ilmu
tertentu. Di usianya yang sangat muda, dia telah bersentuhan dengan berbagai
disiplin ilmu. Dia telah belajar al-Miqat fil Al-Mantiq dalam bidang
logika, al-Quduri dalam bidang fiqh dan Shamail al-Tirmidzi dalam
bidang Hadits.
Usia sebelas tahun, dia telah mampu menerjemahkan buku Al-Mar'ah
Al-Jadidah karya Qasim, pengarang Mesir kenamaan—dan sekaligus sangat
liberal— ke dalam bahasa Urdu. Penerjemahan ini adalah berkat kemampuannya yang
sangat tinggi dalam bahasa Arab.
Pada tahun 1915 keluarganya pindah ke Hyderabad. Di sini dia
masuk madrasah Darul Ulum. Namun dia tidak mampu melanjutkan sekolah di tempat
itu karena tak lama setelah mereka sampai di Hyderabad, ayahnya jatuh sakit.
Enam bulan kemudian dia terpaksa meninggalkan Hyderabad
menuju Bhopal untuk menemani ayahnya. Penyakit ayahnya yang berkepanjangan dan
krisis finansial, telah memaksa Maududi untuk meninggalkan bangku sekolah dan
harus menerima realitas hidup yang pahit. Dalam usia lima belas tahun, Maududi
kecil sudah harus bisa menghasilkan uang lewat keringatnya sendiri.
Jurnalis dan Penulis
Tatkala berada di Bhopal inilah dia akrab dengan seorang
ulama yang bernama Maulana Niyaz Fatihfuri. Niyaz yang melihat bakat besar
dalam diri Maududi menyarankan, agar dia menjadi seorang penulis. Saran ini tak
ditolak Maududi yang sadar akan kemampuannya. Sejak itulah dia tak jemu-jemunya
belajar menulis.
Dalam waktu tiga tahun (1921), dia telah menjadi seorang
penulis yang memiliki ciri khusus. Menulis kemudian menjadi bagian sangat
penting dalam segala aktivitas Maududi.
Pada tahun 1918 bersama kakaknya, Abul-Khair, dia bekerja
sebagai editor di sebuah jurnal Madinah di Bijanpur. Tahun 1919 dia
bertemu dengan Tajuddin, pimpinan tabloid mingguan Taj yang pro partai
Kongres yang berpusat di Jabalpur.
Saat bekerja di tabloid inilah, dia mulai mengenal dunia
politik. Namun pada tahun 1920 tabloid ini ditutup karena terlalu keras
mengkritik kolonial Inggris.
Pada tahun 1923 Maududi bekerja sebagai editor majalah Al-Jamiat,
sebuah majalah yang dimotori oleh Jamaat Ulama Hindu. Satu organisasi keulamaan
terbesar di India. Tahun 1924 Maududi terlibat dalam Khilafat Movement yang
didukung oleh Liga Muslim India. Pada tahun yang sama Maududi juga dengan
intens menerjemahkan beberapa buku bahasa Inggris ke bahasa Urdu.
Nama Maududi mulai mencorong saat dia dengan sangat jenial
menulis sebuah buku berjudul Al-Jihad Fie Al-Islam pada tahun 1930. Buku
ini merupakan hasil serial tulisannya selama enam bulan yang muncul di majalah Al-Jamiat
dengan judul Islam kaqanun-i-jang (Islam's Law of War).
Buku-buku Maududi banyak mendapat sambutan dari berbagai
kalangan dalam usaha mengembalikan Islam pada kejayaannya. Buku-bukunya seperti
Toward Understanding Islam (Menuju Pemahaman Islam), Purdah
(Hijab), Islamic Law and Constitutions (Hukum dan Konstitusi Islam)
misalnya, merupakan buku-buku sangat berpengaruh dan banyak mendapat kajian
serius para aktivis Muslim di berbagai negara Islam. Bahkan bukunya yang
berjudul Toward Understanding Islam yang terbit tahun 1930 menjadi buku
pegangan gerakan Ikhwan Muslimin di Mesir.
Karya lain Maududi yang tak kalah pentingnya adalah bukunya
yang berjudul Tafhimul Al-Quran. Sebuah buku tafsir yang dia tulis sejak
tahun 1942 dan baru selesai pada tahun 1972.
Jamaat Islami: Revolusi Damai
Untuk mewujudkan ide-ide besarnya itu, Maududi cukup
menulis, melainkan juga mendirikan organisasi Islam yang kemudian menjelma
menjadi Partai Islam yang disebut dengan Jamaat Islami (JT) yang didirikan pada
26 Agustus 1940 di Lahore. Tidak hanya ide-ide Maududi, JT ternyata juga
realisasi dari ide-ide salah seorang pemikir besar Pakistan lainya, yakni
Muhammad Iqbal.
Sebagai gerakan Islam, JT memiliki tujuan yang sangat jelas
yaitu: mencapai ridlo Allah dengan cara penegakan ajaran agama di muka bumi.
Keanggotaannya terbuka untuk semua orang. Namun untuk menjadi anggota JT
diperlukan penyaringan yang ketat dan sangat selektif. Penyeleksian ditujukan
untuk membuat fondasi pergerakan agar sangat kokoh dan tidak goyah. Sebab
sebuah gerakan, dalam pandangan Maududi, jika tidak memiliki lapisan dasar yang
kuat dan dengan pandangan yang sangat kuat, akan sangat gampang dipatahkan.
Soliditas pandangan dan wawasan para anggota jamaat menjadi agenda utama
gerakan ini. Dan ini sesuai dengan cara perubahan masyarakat yang diajarkan
Maududi. Yakni perubahan yang dilakukan dari atas (top-down). Sebuah garapan
yang mengincar tokoh-tokoh dan bukan massa. Sebab, dalam pandangan Maududi,
perubahan sebuah masyarakat akan gampang berjalan jika para elit pemikirnya
telah mengerti Islam yang benar. Tak heran jika para pengikutnya berasal dari
para golongan kampus.
Cara seleksi yang ketat ini, agak sedikit menghambat partai
ini untuk menggaet pengikut. Bahkan tak jarang dianggap eksklusif, karena
membidik orang-orang tertentu. Tuduhan ini sebenarnya bersumber pada ketidak
mengertian mereka terhadap cara dan tujuan JT.
Dalam rangka mengadakan perubahan, menurut Maududi, harus
diadakan revolusi Islam (inqalab islami). Namun revolusi yang Maududi maksud
bukanlah revolusi berdarah-darah sebagaimana yang dilakukan oleh kaum komunis
yang menginginkan perubahan dalam sekejap mata. Maududi menekankan, revolusi
harus dilakukan dengan cara gradual dan dengan penanaman keyakinan akan
kebesaran Islam. Dalam sebuah pertemuan pada tahun 1945 ia menyatakan bahwa
yang dia maksud dengan revolusi tidaklah mengerahkan seluruh massa. Revolusi
yang dimaksudkan adalah inqilab-i-imamat (revolution in leadership).
Dia mengatakan, yang mengadakan perubahan bukanlah otak masyarakat umumnya,
namun para penggerak masyarakat dan peminpinnya. Maududi menyatakan, revolusi
Islam adalah sebuah revolusi dengan esensi damai dan tanpa tumpahan darah. Makanya
dia menekankan pendidikan sebagai sarana utama.
Maududi sendiri dalam perjalanan hidupnya mengalami banyak
cobaan yang dihadapi dengan gagah dan kokoh. Dia pernah divonis hukuman mati
pada tahun 1954 karena protesnya atas kasus Ahmadiyah dan tuntutannya agar
pemerintah menjadikan Ahmadiah sebagai minoritas-non muslim. Saat mendengar
keputusan hukuman mati itu, dia berkata “Jika ajalku telah tiba, maka tak ada
seorangpun yang mampu mencegah kematianku, namun jika kematian belum saatnya
maka apapun usaha mereka tak mungkin akan berhasil juga.” Nyatanya hukuman itu
dikoreksi menjadi hukuman 14 tahun dan akhirnya dia dilepas pada tahun 1955
setelah pengadilan menyatakan tak cukup bukti.
Jamaat Islami kini bukan hanya berada di Pakistan, namun
juga di India, Bangladesh, Srilanka, Kashmir dan Afghanistan. Setiap Jamaat
yang ada di negeri itu memang tak memiliki hubungan langsung secara
organisatoris dengan JI di Pakistan. Namun pikiran-pikiran dan programnya
mereka ambil dari pikiran-pikiran Maududi.
Maududi meninggal pada 22 September l979, karena penyakit
ginjal. Dia dimakamkan di kota Lahore. Dan beberapa saat sebelum meninggal, dia
sempat mendapat anugerah Faisal King Award dari kerajaan Arab Saudi berkat
aktivitasnya dalam bidang pemikiran dan kontribusinya pada peradaban Islam.
Rahimallah Maududi.